Kenangan

Hanya menulis untuk diri sendiri,kalau saja ada yang ingin membaca diperbolehkan.

"Sudah,sampai disini saja,aku takut sekali" pintaku kepada semua orang yang berada di gerobak itu.

Perasaan cemas terus saja menghantui. Pikiran negatif terus saja membayangi. Teriakkan untuk sang pencipta tak henti-hentinya keluar dari mulut yang mungil ini. Tidak hanya aku seorang saja,hampir seluruh ekor yang ada di gerobak ini merasakan hal yang sama.

Diam,
Diam cara mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka rasa. Hingga,kalimatku tak di gubris. Sama sekali.

Sepanjang perjalanan,kami berjumpa banyak ulat bulu pohon jati,ulat jati sebut mereka. Sesaat gerobak kami melintas di bawah pohon jati,pasti ada ulat jati yang ingin ikut bersama kami,kiranya dua hingga tiga hingga empat bahkan lima. Untung saja di gerobak kami,ada satu siswa setingkat lebih tinggi dariku,dia tak takut sama sekali dengan ulat jati. Tak sedikit bahkan hingga semua ulat yang ikut bersama kami diambilnya kemudian dibuangnya,hingga dia kami juluki sebagai pawangnya ulat jati. Lucu bukan ? :")

Penghujung maut,
Disini,jalan semakin menanjak saja. Kami,para penumpang gerobak semakin panik. Jantung kami berdebar kencang. Menggandeng,merangkul,hingga memeluk tak jarang kami lakukan selama di gerobak. Kadangkala hati kami sangat gembira. Mengapa? Karena gerobak kami sukses menjalani ujian melewati jalan yang sedikit landai banyak nanjaknya. Oops,jangan senang dulu kawan. Masih banyak ujian yang harus dilewati gerobak kita :").
Hingga kami sampai di sebuah jalan. Benar,jalan ini satu-satunya jalan menuju tempat tujuan kami. Jalannya banyak nanjak. Awalnya kami ragu dan banyak cemasnya, berpikiran negatif tentang gerobak kami,takut gerobak kami tidak bisa melewati ujian yang satu ini.
Bismillahirrahmanirrahim, kami ucapkan bersama-sama. Pengemudi gerobak pun berusaha sekeras baja,hingga air itu bercucuran,air keringat.
Alhamdulillah, pelan penuh tenaga,kurangi emosi. Kami telah sampai setengah jalan. Gerobak kami hampir menyerah. Ayolah,sedikit lagi kamu pasti bisa,ayo , ini bawa nyawa banyak,kamu harus bisa. Sedikit - sedikit naik kiranya 5 sampai 10 cm saja, pengemudi terus berusaha menekan gas gerobak hingga high level. Tiba-tiba gas itu mati,aku tidak begitu paham,entah itu mati alamiah karena gerobak takut,atau mati karena pengemudi mematikannya. Gerobak kami sedikit-sedikit menggelondor kebawah,membuat semua ekor di dalam gerobak panik.

Salah seorang dari kami emosi (setingkat denganku) ,dan berteriak kepada siswa yang setingkat lebih tinggi darinya (karena duduk bersama sang pengemudi,jadi bisa keluar duluan,mencari bantuan)
"batu,batu cepat ambil batu,gercep!!"
"Yang besar, cepat, cepat!!"

Yang satu ini memerintah macam dewa saja,tapi tak apa,ini kan situasi genting.

Benar,mereka mengambil batu untuk mengganjal agar tidak menggelondor kebawah. Disinilah scary experience terqadar untuk kami.

Hingga,
Akhirnya kami memutuskan untuk turun dari gerobak dan berjalan menuju tempat tujuan dengan menggunakan alat transportasi berupa kaki. Saking, takut dan terburu-burunya,salah seekor dari banyak ekor penumpang gerobak turun terbirit-birit hingga terjatuh dan luka. Lukanya ringan,jadi tidak perlu khawatir berlebihan.

Naik kaki,
Kami naik kaki di jalan yang sangat menanjak dengan membawa aset kebutuhan kami masing-masing selama tiga hari kedepan. Capek,lelah,itu sudah pasti kami rasakan. Naik kaki  ± 500 m.
"Aku kuat,aku pasti bisa"
Prinsip seluruh ekor penumpang gerobak.

Tempat tujuan,
Setiba disana, tempat nya masih terlihat biasa. Hutanlah yang terbayang dipikiranku. Memang benar , tempat ini adalah hutan. Suasana tempat yang sering dikaitkan dengan mitos-mitos dahulu membuat bulu kudukku merinding. Apalagi tempat ini berdekatan dengan sasonoloyo.

Mitosnya,
Dahulu kala puncak gunung ini belum ada yang menghuni, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta menemukan pohon Kinah Gadung Wulung yang sangat langka. Tak hanya itu, di dalam pohon tersebut juga ditemukan keris pusaka yang memiliki kesaktian tinggi.
Lalu abdi dalem itu berkata barangsiapa yang bisa merawat pusaka yang terdapat di dalam pohon itu dan membersihkan daerah di sekitarnya akan diberi imbalan berupa tanah untuk anak keturunannya.
Ternyata saat itu hanya Eyang Iro Kromo yang bisa menjalankan tugas tersebut. Setelah beberapa saat kemudian pusaka itu dikisahkan disimpan oleh Keraton Yogyakarta. 
Dari lembaran dokumen yang dicatat berdasar cerita dari Mbah Rejo Dimulyo, berdasarkan kisah pak Aan setelah itu banyak empu atau orang sakti yang berdatangan ingin tinggal di tempat ini. Namun hanya tujuh orang yang kuat bertahan hidup sedangkan sisanya meninggal dunia.
Catatan cerita dari Mbah Rejo inilah yang menjadi warisan bagi keturunan warga Kampung Pitu kelak. 
Tujuh orang empu ini dipercaya menjadi orang pilihan dayang yang berada di tanah itu. 

"Kalau saya pribadi sekarang tidak yang kemudian melarang kalau ada yang mau tinggal di sini. Hanya kuat-kuatan saja," kata pak Aan.
 
Pak Aan sendiri,bukan asli sini,kiranya pindahan dari Wonosari.

Memalukan,
Pendirian tenda, ⛺ tenda dome. Aku beserta balaku,sebut saja kelompok,tidak paham sama sekali tentang bagaimana cara mendirikan tenda dome. Alhasil kami bingung,padahal semua tenda kelompok lain sudah berdiri tegak. Untungnya ada siswa setingkat lebih tinggi dari kami siap membantu kami,hingga tenda kami berdiri tegak.

Tersedikit,
Tenda kami paling besar,tapi anggota kami paling sedikit. Bisa leluasa bebas bergerak.

Negeri diatas awan,
Diatas sini,dipuncak tertinggi. Aku berdiri. Tak sendiri. Bersama para ekor kawan kami. Mulanya tidak dibolehkan oleh siswa setingkat lebih tinggi dari kami,hingga menjelang sore kami dipersilahkan naik ke puncak. Puncak berada diatas bebatuan. Disuruh hati-hati , samping kanan jalan menuju puncak tertata rapi barisan kijing, benar sekali,jalan menuju puncak dekat sasonoloyo,kiranya biasa di sebut makam.
Sesampai kami dipuncak. Gumun tenan, kiranya artinya heran sekali/kagum. Belum pernah kami melihat pemandangan seindah ini. Agak gemetar awalnya kakiku, lama-lama juga sudah biasa.
Ingin rasanya untuk menetap saja di sini,di Kampung Pitoe,puncak Gunung Api Purba Timur,Nglanggeran, kecamatan Patuk,Gunung Kidul.
Suasana disini,cukup membayar rasa lelah kami.
Disinilah,disini aku melihat senja dan fajar terindah sepanjang tahun 2018.

Jejak petualang,
Menjamah hutan. Menempel di tebing. Tanpa pengaman. Coba kalian bayangkan. Kami benar-benar berjalan di dalam hutan,jalan setapak cukup untuk kami. Satu persatu bisa. Kami berjalan tidak semua langsung bareng. Kami berjalan sesuai dengan kelompok jalan. Kelompok ku lengkap dengan 4 orang. Sepanjang jalan,kami menikmati alam. Sesekali kami berdialog dan berdiskusi antar satu ekor dengan ekor lainnya. Pemandangan alam yang tak terdefinisikan keindahannya kami lalui sepanjang jalan. Rutenya terlalu dekat, kurang jauh untuk menelusuri hutan. Keluh kami semua.

Di pendopo,
Hujan, membuat kami harus menetap di pendopo. Siang itu. Kabut tebal menampakkan diri. Seluruh isi hutan dipenuhi kabut. Di pendopo pun. Hingga semua ekor penghuni pendopo kedinginan. Hujan tak kunjung reda. Tidak hanya disini,ternyata seluruh wilayah di sekitar Gunung Kidul,bahkan hingga di Klaten. Hujan seharian tak reda-reda. Ini membuat kami sedikit resah banyak cemasnya. Akses jalan yang susah. Becek itu sudah pasti. Becek cuci kaki saja susah. Iya,disana susah air. Airnya kalo beli mahal.
Hal yang paling kusuka disini,di pendopo. Makan kita itu bareng-bareng, tak perlu memasak,kakak kami berbaik hati,mereka yang memasakkan kami.

Malam ,
Hingga malam tiba, hujannya semakin menjadi-jadi. Semua ekor penghuni pendopo semakin kedinginan hingga menggigil. Bagiku belum terlalu dingin,berbekal rok batik,jaket tak kubawa karena tertinggal di tenda. Kupakai minyak penghangat tubuh,supaya tubuhku hangat. Parahnya,tubuhku tak hangat sama sekali,semakin dinginlah yang kurasa. Aku bingung, untungnya ada sebuah hoodie tak terpakai, sebenernya itu masih terpakai. Ku minta,kupakai, lumayan menghangatkan. Terimakasih hoodie :")

Hari terakhir,
Alhamdulillah hujan sudah reda. Kami bisa berkemas-kemas untuk pulang. Kami harus menuruni tanjakan yang sangat tinggi. Aku dan temanku,sebut saja amazing people berjalan paling belakang, jaraknya sangat jauh. Semua sudah sampai bawah,aku masih diatas. Sembari menikmati pemandangan,merekam semua yang kami lihat sepanjang jalan. Cukup mata indah ini yang menyaksikan keindahan ciptaan mu Ya Allah. Subhanallah.
Hingga akhirnya kami sampai,disana sudah banyak ekor menunggu. Bukan menunggu kami,mereka menunggu gerobak penghantar mereka pulang ke Klaten. Selama menunggu,aku bosan. Kemudian aku berjalan-jalan disekitar sambil mengamati tumbuhan. Kuhampiri salah satu pembimbing kami,yang satu ini sangat ahli bunga anggrek,kami biasa menyebut pawangnya anggrek. Hampir seluruh jenis anggrek ia ketahui seluk beluknya,ia teliti. Mulai dari anggrek terbesar,hingga terkecil. Karena ia,kami semua bisa melihat anggrek terkecil di dunia :"). Kuhampiri,dan aku bertanya-tanya nama tumbuhan yang kutemui disini serta manfaatnya hingga namanya. Tak hanya aku, seperempat dari seluruh ekor yang menunggu gerobak ikut denganku, bertanya. Hingga kami dipetikkan tumbuhan hutan Gunung Kidul,kami bawa pulang. Gembira sudah pasti. Tumbuhan yang mahal pun dipetikkan untuk kami bawa pulang. Tak hanya satu,kami dipetikkannya tiga.
Terimakasih om,sebut kami untuk pembimbing kami.

Tak lupa,
Ucapan terimakasih kami kepada semua rekan-rekan,kakak-kakak panitia,dan para pembimbing.
Hingga akhirnya kami bisa belajar dan menghargai alam :")
Syukur Alhamdulillah.

Komentar

Postingan Populer